Kamis, 08 September 2011

Produktivitas Sapi Bali


Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari seekor ternak pada ukuran waktu tertentu (Hardjosubroto, 1994), dan Seiffert (1978) menyatakan bahwa produktivitas sapi potong biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat reproduksi dan pertumbuhan. Wodzicka-Tomaszewska et al. (1988) menyatakan bahwa aspek produksi seekor ternak tidak dapat dipisahkan dari reproduksi ternak yang bersangkutan, dapat dikatakan bahwa tanpa berlangsungnya reproduksi tidak akan terjadi produksi. Dijelaskan pula bahwa tingkat dan efesiensi produksi ternak dibatasi oleh tingkat dan efesiensi reproduksinya. Dalton (1987) menyatakan bahwa produktivitas nyata ternak merupakan hasil pengaruh genetik dan lingkungan terhadap komponen-komponen produktivitas. Selanjutnya Warwick dan Lagetes (1979) menyatakan bahwa performan seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan pengaruh komulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak bersangkutan sejak terjadinya pembuahan hingga saat ternak diukur dan diobservasi. Hardjosubroto (1994) dan Astuti (1999) menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula bahwa seekor ternak tidak akan menunjukkan penampilan yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup atau dipelihara, sebaliknya lingkungan yang baik tidak menjamin panampilan apabila ternak tidak memiliki mutu genetik yang baik.
Astuti et al. (1983) dan Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas ternak potong di Indonesia masih tergolong rendah dibanding dengan produktivitas dari ternak sapi di negara-negara yang telah maju dalam bidang peternakannya, namun demikian Vercoe dan Frisch (1980); Djanuar (1985); Keman (1986) menyatakan bahwa produktivitas sapi daging dapat ditingkatkan baik melalui modofikasi lingkungan atau mengubah mutu genetiknya dan dalam praktek adalah kombinasi antara kedua alternatif diatas.
Trikesowo et al. (1993) menyatakan bahwa yang termasuk dalam komponen produktivitas sapi potong adalah jumlah kebuntingan, kelahiran, kematian, panen pedet (calf crop), perbandingan anak jantan dan betina, jarak beranak, bobot sapih, bobot setahun (yearling), bobot potong dan pertambahan bobot badan. Tabel 2 menunjukkan rataan persentase kelahiran, kematian dan calf crop beberapa sapi potong di Indonesia.
Tabel 2. Rataan persentase kelahiran, kematian dan calf crop beberapa sapi bali di Indonesia
Bangsa
Kelahiran
Kematian
Calf crop
Brahman
Brahman cross
Ongole
Lokal cross
Bali
50,71
47,76
51,04
62,47
52,15a
10,35
5,58
4,13
1,62
2,64b
48,80
45,87
48,53
62,02
51,40c
  Sumadi, (1985)
       aDarmadja, (1980)
bSutan, (1988)
cPane, (1989)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa sapi Bali memperlihatkan persentase kelahiran 52,15% lebih tinggi di banding dengan sapi Brahman 50,71%, Brahman cross 47,76% dan sapi Ongole 51,04% kecuali Lokal cross (Lx) 62,47%, demikian pula calf crop sapi Bali 51,40% lebih tinggi dibanding sapi Brahman 48,80%, Brahman cross 45,87% dan sapi Ongole 48,53% kecuali Lokal cross sebesar 62,02 % serta persentase kematian yang rendah. Hal tersebut dapat memberi gambaran bahwa produktivitas sapi Bali sebagai sapi asli Indonesia masih tinggi, namun jika dibandingkan dengan sapi asal Australia masih tergolong rendah yakni calf crop-nya dapat mencapai 85 % (Trikesowo et al., 1993).
Vercoe dan Frisch (1980) menyatakan bahwa sifat produksi dan reproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa sapi, keadaan tanah, kondisi padang rumput, penyakit dan manajemen. Oleh karena itu perbaikan mutu sapi potong haruslah ditekankan pada peningkatan sifat produksi dan reproduksi yang ditunjang oleh pengelolaan yang baik dari segi zooteknis dan bioekonomis. Adapun penampilan produktivitas sapi Bali di beberapa Provinsi dapat dilihat pada Tabel 3.



Tabel 3. Penampilan produktivitas sapi Bali di beberapa Provinsi Bali
Keterangan
Bali
P3Bali
Berat Lahir (Kg)
Berat Sapih (Kg)
Berat 1 th, Jantan (kg)
Betina (Kg)
Berat 2 th, Jantan (Kg)
Betina (Kg)
Berat Dewasa, Jantan (kg)
Betina (Kg)
Ukuran Tubuh Dewasa :
Jantan :
Lingkar Dada (cm)
Tinggu gumba (cm)
Panjang badan (cm)
Betina :
Lingkar Dada (cm)
Tinggu gumba (cm)
Panjang badan (cm)
Persentase beranak/th (%)
16
86
135
125
235
200
395
264
185,5
125,4
142,3
160,8
113,6
118,5
69
18
94
145
135
260
225
494
300
198,8
130,1
146,2
174,2
114,4
120,0
86
* Pane, (1989).

1 komentar: