Kamis, 08 September 2011

Energi Ayam kampung


Energi digunakan oleh ayam untuk hidup pokok dan untuk produksi. Kebutuhan energi untuk hidup pokok meliputi kebutuhan untuk metabolisme basal, aktifitas, dan pengaturan temperatur atau panas tubuh. Kebutuhan energi untuk produksi meliputi untuk pertumbuhan dan produksi Telur. Pada dasarnya ayam mengkonsumsi ransum adalah untuk memenuhi kebutuhan energi (Scott et al., 1982). Karbohidrat, lemak, dan protein merupakan zat – zat makanan sumber energi bagi ayam. Energi tersebut digunakan untuk hidup pokok, gerak otot, (aktivitas fisik) dan sintesa jaringan (Lloyd et al., 1978) serta untuk homeostatis tubuh (Scott et al., 1982). Menurut Anggorodi (1985) kebutuhan energi pada ayam dipengaruhi oleh jenis kelamin, strain, umur, ukuran tubuh dan temperatur lingkungan.
            Grover et al. (1972) dan Anggorodi (1985) menyatakan bahwa tingkat energi ransum menentukan banyaknya konsumsi ransum serta penggunaan protein, yaitu semakin tinggi tingkat energi ransum maka konsumsi ransum menurun. Lebih lanjut Grover et al.  (1972) melaporkan bahwa konsumsi ransum lebih tinggi pada tingkat energi metabolis 2640 kkal/kg dibandingkan dengan 3060 kkal/kg. Hal ini serupa dikemukakan oleh Suryono (1983) dan Resnawati et al. (1988) bahwa makin tinggi energi metabolis ransum, konsumsi ransum ayam kampung pada umur yang sama menurun, diikuti dengan menurunnya tambahan berat badan.
            Sutardi (1980) menyatakan bahwa ayam dapat menyesuaikan konsumsi ransumnya akibat panas yang timbul dari hasil oksidasi makanan. Lebih lanjut dikemukakan, ayam akan makan untuk mencegah suhu tubuh yang turun (”hypothermia”) dan berhenti makan agar suhu tubuh tidak naik terus (”hyperthermia”), disebut pengaturan suhu tubuh secara homeostasis. Disamping itu, hal tersebut dipengaruhi pula oleh kadar gula, lemak dan asam amino dalam darah.
            Kenaikan tingkat energi dalam ransum harus disertai dengan peningkatan persentase protein. Imbangan energi dan protein ransum sangat penting diperhatikan karena berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ayam, konversi ransum, dan komposisi tubuh (Donaldson et al. . 1956). Imbangan ini dipengaruhi oleh lingkungan, bangsa, dan besarnya ayam. Pertumbuhan ayam akan terhambat bila tidak terjadi keseimbangan antara energi dan protein dalam ransum (Scott et al . . 1982). Rendahnya pertambahan bobot badan pada anak ayam buras yang dipelihara secara ektensif, karena kurang terpenuhinya kebutuhan gizi terutama kebutuhan energi dan protein sehingga menghambat laju pertumbuhan.
Suryono (1983) melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat protein dan energi pada penampilan ayam kampung, menggunakan ransum dengan energi metabolis 2450, 2650, dan 2850 kkal/kg dengan tingkat protein 14, 16, dan 18%. Hasilnya bahwa tingkat energi ransum berpengaruh terhadap pertambahan berat badan, tetapi tidak berpengaruh terhadap konsumsi dan konversi ransum ayam kampung umur 0 – 9 minggu.
            Hasil penelitian Hardjosubroto dan Atmojo (1977), Suryono (1983) dan Resnawati et al. (1988) memberikan gambaran bahwa imbangan energi metabolis dan protein ransum ayam kampung umur 0 – 12 minggu berkisar antara 139 dan 186.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar